Selasa, 17 Januari 2017

SELAMAT DATANG DI RAJA WARANGAN 


Jamasan pusaka merupakan salah satu cara merawat benda-benda pusaka, benda bersejarah, benda kuno, termasuk benda-benda yang dianggap memiliki tuah. Dalam tradisi masyarakat Jawa, jamasan pusaka menjadi sesuatu kegiatan spiritual yang cukup sakral dan dilakukan hanya dalam waktu tertentu saja. Lazimnya jamasan pusaka dilakukan hanya sekali dalam satu tahun yakni pada bulan Suro. Oleh karena jamasan pusaka mempunyai makna dan tujuan luhur, kegiatan ini termasuk dalam kegiatan ritual budaya yang dinilai sakral.


ARTI & TUJUAN JAMASAN PUSAKA


Jamasan berarti memandikan, mensucikan, membersihkan, merawat dan memelihara. Sebagai suatu wujud rasa berterimakasih dan menghargai peninggalan atas karya adiluhung para generasi pendahulunya kepada para generasi berikutnya. Tujuannya adalah orang yang memiliki pusaka tetap mempunyai jalinan rahsa, ikatan batin, terhadap sejarah dan makna yang ada di balik benda pusaka. Si pemilik benda pusaka dapat mengingat para pendahulunya yang telah berhasil menciptakan suatu karya seni dan budaya yang mempunyai seabrek nilai luhur. Sehingga jamasan pusaka tidak sekedar membersihkan dan merawat fisik benda pusaka saja, tetapi lebih penting adalah memahami segenap nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam benda pusaka. Nilai luhur tidak sekedar diingat-ingat saja, lebih utama perlu dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut menjadi aset kekayaan khasanah budaya yang meliputi filsafat dan seni hasil pemberdayaan budipekerti manusia, dalam interaksinya dengan kebijaksanaan tata kosmos. Melihat benda pusaka bukan sekedar dari aspek estetikanya saja namun lebih dalam lagi dilihat nilai esoterisnya berupa hikmah kebijaksanaan hidup manusia dalam hubungannya antara manusia dengan alam beserta segala isinya yang disimbolkan dalam pernik dan detail benda pusaka. Oleh sebab itulah dalam benda pusaka juga menyimpan rangkaian simbol berisi nilai-nilai kearifan lokal. Kearifan sosial yang diinspirasi oleh sifat-sifat dan hukum alam yang ada di lingkungan masyarakat setempat. Semakin ampuh daya kekuatan suatu benda pusaka, berarti pula benda pusaka itu memuat nilai-nilai yang sanga selaras dengan sifat-sifat dan hukum alam tata kosmos. Atau nilai yang manunggal dengan tata kosmos. Panunggalan atau keselarasan ini tidak hanya terjadi pada benda pusaka saja, pada manusia pun panunggalan atau keselarasan tata kosmos ini terjadi, yakni antara diri pribadi (mikrokosmos) dengan tata kosmos jagad raya (makrokosmos). Atau panunggalan antara individu dengan Tuhan yang mewujud dalam segala sifat dan hukum yang ada di jagad raya. Disebut pula “manunggaling kawula kalawan Gusti“. Tidak hanya benda pusaka, seseorang yang mampu manunggal atau selaras dengan tata kosmos, ia akan menjadi manusia ampuh sakti mandraguna.
Di situlah pesan yang terdapat di balik ritual jamasan pusaka. Agar manusia selalu ingat atau eling pada sangkaning dumadi. Melalui cara memahami hakekat nilai adiluhung yang tersirat pada benda pusaka. Untuk selanjutnya dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Yang disucikan tidak saja benda pusaka yang dimiliki, namun lebih utama adalah hati dan fikiran si pemilik benda pusaka. Kenapa dilakukan pada setiap bulan Suro, karena dalam bulan ini merupakan bulan paling sakral bagi orang Jawa. Di mana manusia Jawa harus lebih banyak melakukan mawas diri, evalusasi diri, lebih gentur laku prihatin, meningkatkan sikap eling dan waspada. Dan pada kenyataannya memang di bulan Suro ini seringkali terjadi suatu peristiwa yang mempunyai makna mendalam. Bisa jadi suatu peristiwa yang sangat membahayakan, bisa pula suatu peristiwa yang penuh berkah. Semua tergantung “laku” masing-masing individu. Yang mau prihatin, eling dan waspada, hati-hati, setiti, teliti tentu akan selamat dan mendapat berkah Tuhan. Sebaliknya yang ceroboh, gegabah, lupa diri, sembrono akan beresiko besar karena berada sangat dekat dengan segala macam marabahaya.
Diberdayakan oleh Blogger.